KATA PENGANTAR
Puji
dan Syukur Saya Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas secara luas mengenai Hukum Perikatan.
Dalam mempelajari mata
pelajaran Aspek Hukum dan Ekonomi ini di fokuskan kepada upaya pengembangan
kemampuan dan pemahaman kehidupan mengenai Hukum dalam ilmu ekonomi. Demikian
pula kepada teman – teman mendiskusikan tentang hasil diskusinya.
Saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca sangat saya harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Penulis
Dini Nurhayati
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah perikatan telah tepat untuk melukiskan suatu
pengertian yang sama yang dimaksudkan Verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu
suatu hubungan hukum antara dua pihak yang berisi hak dan kewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut yang menandakan bahwa pengertian perikatan adalah
suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat namun
hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkrongkretkan pengertian
perikatan yang abstrak, maka perlu adanya suatu perjanjian.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah untuk memabahas secara
luas mengenai Hukum Perikatan.
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah agar para pembaca makalah dapat lebih mengetahui
secara luas mengenai Hukum Perikatan
serta tujuan penulisan makalah ini juga untuk memenuhi nilai dari mata kuliah
Aspek Hukum dan Ekonomi.
2.1 Definisi
Hukum Perikatan
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum
dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ;
hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat
itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang.
Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang.
Dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah
yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk
undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang
yang satu dengan yang lain disebut Hubungan Hukum.
Jika
dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law
of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang Hukum Waris ( law of succession ) serta
dalam bidang Hukum pribadi ( personal law ).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian
Perikatan iala suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang
atau lebih. Dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian
mengenai perikatan. Pitlo memberikn pengertian perikatan yaitu suatu hubungan
hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana
pihak yang satu berhak ( kreditur ) dan pihak lain berkewajiban ( debitur ) atas
suatu prestasi. Pengertian perikatan menurut Hofmann ialah suatu hubungan hukum
antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau
beberapa orang daripadanya ( debitur atau pada debitur ) mengikatkan dirinya
untuk bersifat menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak
atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan telah tepat untuk melukiskan suatu
pengertian yang sama yang dimaksudkan Verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu
suatu hubungan hukum antara dua pihak yang berisi hak dan kewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut yang menandakan bahwa pengertian perikatan adalah
suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat namun
hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkrongkretkan pengertian
perikatan yang abstrak, maka perlu adanya suatu perjanjian.
2.2 Dasar
Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata
terdapat beberapa sumber, yaitu :
1.
Perikatan yang
timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2.
Perikatan yang
timbul dari Undang-Undang
Perikatan
yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH
Perdata ”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari
undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”
A.
Perikatan
terjadi karena Undang-Undang semata.Perikatan yang timbul
dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu
yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang
tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan
keadilan ( billijkheid ) maka hal-hal termasuk dalam sumber-sumber perikatan.
B.
Perikatan
terjadi karena Undang-Undang akibat perbuatan manusia.
C.
Perikatan terjadi bukan
perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)
dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
2.3 Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam
hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a.
Asas Kebebasan Berkontrak
terlihat
di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b.
Asas konsensualisme
artinya
bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat yaitu :
1.
Kata Sepakat antara Para Pihak
yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni
para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam
hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2.
Cakap untuk Membuat Suatu
Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus
cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah
pengampuan.
3.
Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas
dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek,
diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu
perselisihan antara para pihak.
4.
Suatu sebab yang Halal Suatu sebab
yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang
diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
2.4 Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi timbul apabila
salah satu pihak ( debitur ) tidak melakukan apa yang dijanjikan. Adapun bentuk
dari wanprestasi dapat berupa 4 kategori :
1.
Tidak melakukan apa saja
yang disanggupi akan dilakukannya.
2.
Melaksanakan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang
dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu
yang menurut tidak boleh dilakukannya.
Akibat Wanprestasi
Yaitu berupa hukuman atau akibat-akibat bagi
debitur yang melakukan Wanprestasi dapat digolongkan menjadi 3 kategori :
1. Membayar kerugia yang
diderita oleh kreditur ( ganti rugi ). Ganti rugi sering diperinci meliputi 3
unsur, diantaranya :
a. Biaya adalah segala
pengeluaran / perongkosan yang nyata telah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
b. Rugi adalah kerugian
karena kerusakan barang milik kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian debitor.
c. Bunga adalah kerugian
yang berupa kehilangan keuntungan yang telah dibayangkan / dihitung oleh
kreditor.
2. Pembatalah perjanjian
/ pemecahan perjanjian didalam pembatasan tuntutan ganti rugi yang telah diatur
dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau
pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan
sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Ialah kewajiban untuk
memikul kerugian apabila terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu
pihak yang menimpa barang dan menjadi objek pejanjian sesuai denga Pasal 1237
KUH Perdata.
2.5
Hapusnya
Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada beberapa cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.
Pembaruan
Hutang
Novasi
adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada
saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti
perikatan semula.
Ada
beberapa
macam novasi yaitu :
·
Novasi obyektif, dimana perikatan
yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
·
Novasi subyektif pasif, dimana
debiturnya diganti oleh debitur lain.
2.
Penjumpaan
Hutang ( kompensasi )
Kompensasi
adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana
dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi
terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang
sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada
A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih
mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B. Untuk terjadinya kompensasi Undang-Undang ditentukan oleh Pasal 1427
KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
·
Kedua-duanya berpokok sejumlah
uang atau.
·
Berpokok sejumlah barang yang
dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat dihabiskan ialah
barang yang dapat diganti.
·
Kedua-keduanya dapat ditetapkan
dan dapat ditagih seketika.
3.
Pembebasan
Hutang
Undang-undang
tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan
utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk
menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk
tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang
adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan
kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma-
Cuma.
Menurut
pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan
tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara
sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
Dengan
pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan
oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena ada paksaan,
kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut pembatalan. Pasal 1442 menentukan
:
·
pembebasan utang yang diberikan
kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang,
·
pembebasan utang yang diberikan
kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama,
·
pembebasan yang diberikan kepada
salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
4.
Musnahnya
Barang Terhutang
Apabila
benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa” atau force
majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang
akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka
untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya
asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia
lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH
Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu
kebendaan tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas
tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak
kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
5.
Kebatalah
dan Pembatalan Perikatan-Perikatan
Apabila
benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa” atau force
majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang
akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 KUH Perdata, maka
untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu hapuslah perikatannya
asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia
lalai menyerahkannya. Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH
Perdata menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan
tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan
kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak
kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
6.
Kedaluarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang
ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.
KESIMPULAN
Perikatan
adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum
lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang Hukum Waris ( law of succession )
serta dalam bidang Hukum pribadi ( personal law ).
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber
:
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/19/hukum-perikatan/
thanks....
BalasHapus