BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pemisahan kekuasaan dapat disebut dengan istilah Trias Politika. Trias politika yaitu sebuah ide atau gagasan bahwa suatu pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kekuasaan yang terlalu banyak.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normative bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang saat ini banyak dianut oleh berbagai negara di seluruh belahan dunia. Trias Politika yang saat ini banyak diterapkan adalah pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda,yaitu :
Ø Legislatif yaitu lembaga untuk membuat undang-undang.
Ø Eksekutif yaitu lembaga yang melaksanakan undang-undang.
Ø Yudikatif yaitu lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, mengininterprestasikan undang-undang apabila terjadi sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah untuk mengetahui secara luas mengenai Trias Politika, sejarah dari Trias Politika dan hasil pemikiran dari beberapa tokoh besar mengenai Trias Politika.
1.3TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar para pembaca makalah dapat lebih mengetahui secara luas tentang Trias Politika dan konsep dasar serta sejarah Trias Politika. Dan juga agar para pembaca mengetahui tentang faktor-faktor penyimpangan yang menjadi dasar terhadap UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN TRIAS POLITIKA
Trias Politika adalah sebuah ide bahwa suatu pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok untuk mendapatkan kekuasaan yang terlalu banyak. Konsep dasarnya adalah kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak di terapkan,antara lain Legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan terpisahnya tiga kewenangan yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara dapat seimbang dan dapat terhindar dari ancaman korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balance (saling koreksi, saling mengimbangi). Dengan demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya mulus atau berjalan tanpa halangan. Trias Politika penciptaannya dipenuhi dengan prasangka gagasan negara borjuis. Perebutan kekuasaan dan hak milik transformasi struktur ekonomi dan politik dari “kerajaan” menuju “republik” adalah hasil dari revolusi borjuis yang merupakan landasan datangnya trias politika.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normative, bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak sepenuhnya diserahkan kepada orang yang sama, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Contoh negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan ini yaitu amerika Serikat.
2.2 TRIAS POLITIKA MENURUT PARA AHLI
A.Montesqueieu (Baron Secondat de Montesqueieu)
Mengemukakan pemikiran politiknya setelah membaca karya Jhon Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam “magnum opus” , Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748. Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesqueieu menulis sebagai berikut “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan, kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan hukum antara bangsa dan kekuasaan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertaman penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umun dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara”.
Mengenai sistem pemerintahan sebuah negara, kita tidak bisa menutup mata dengan kenyataan bahwa ada sejarah yang membentuk sistem tersebut. Kaum Marxis percaya bahwa demokrasi, sistem pemerintahan, hukum, politik, budaya, ekonomi bahkan sub-kultur lainnya adalah ekspresi atau cerminan dari modus produksi yang berlangsung tiap zamannya.
Saat ini, Trias Politika menjadi tidak efektif lagi dalam pelaksanaannya, semakin sulit dikontrol oleh apparatus struktural negara. Wujud konkrit dari sulitnya mengontrol konsep Trias Politika adalah dengan dibentuknya banyak komisi-komisi yang terbentuk menjadi sangat politis, artinya adalah komisi tersebut digunakan sebagai kekuatan politik bagi fraksi-fraksi borjuis yang bertarung dalam parlemen (pertarungan antar elite borjuis) untuk menguatkan posisi politiknya. Contohnya yaitu kebedaan KPK dan pemberantasan korupasi yang terbang pilih.
Suprastuktur (sistem politik) borjuis yaitu sebagai alat represi kesadaran yang memapankan jalannya produksi kapital. Para borjuis memang sepanjang hidupnya akan terus menyempurnakan negara sebagai alat untuk menindas, mengabdi kepada investasi dengan diperkuat melalui instrument hukumnya, sistem pemerintahan dan sistem politiknya yang diatur untuk melapangkan jalan bagi proses produksi kapsitas. Dimana dlam pelaksanaan instrument-instrument tersebut, seringkali negara menggunakan struktur represinya berupa militer.
B.JOHN LOCKE
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Goverment yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan memiliki milik (property). “Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut.
Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang terutama bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakukan akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Oleh sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya pertenakan, tanah, maupun kastil.
Negara dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lai, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja atau ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, eksekutif dan federatif.
2.3 SEJARAH TRIAS POLITIKA
Pada masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikansi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.
Para perkembangannya, suku-suku kemudian memilik sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan kota Athena(yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif. Bahkan di romawi kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah.
Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.
Pada abad pertengahan tahun 1000-1500M, kekuasaan politik menjadi persengketaan antara monarki (raja atau ratu), pimpinan gereja dan kaum bangsawan. Kerap kali eropa kala itu dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai koreksi ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru dikalangan intelektual eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesqueu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara atau karajaan yang harus diberlakukan.
2.4 FUNGSI LEMBAGA PADA TRIAS POLITIKA
A.Fungsi Kekuasaan Legislatif
Legislatif adalah struktur politik yang berfungsi untuk membuat undang-undang. Saat ini, lembaga tersebut bisa disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa yang di ikhtisarkan dalam karya Michael G.Roskin, et.al, ada beberapa fungsi dari kekuasaan Legitlatif,diantaranya :
· Lawmaking yaitu fungsi membuat undang-undang.
· Constitiency work yaitu fungsi badan Legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya.
· Supervision and Critism of Goverment yaitu fungsi Legislatif untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden atau perdana menteri dan segera mengkritiknya apabila terjadi ketidak sesuaian.
· Education yaitu fungsi Dewan Perwakilan Rakyat agar memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
· Representation yaitu fungsi dari anggota Legislatif untuk mewakili pemilih.
B. Fungsi kekuasaan Eksekutif
Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan Ekukatif ini diantaranya :
· Chief of State (kepala negara)
· Head of Goverment (kepala pemerintahan)
· Party Chief (kepala eksekutif)
· Commander in Chief (fungsi mengepalai angkatan bersenjata, misalnya presiden atau perdana menteri)
· Chief Diplomat yaitu fungsi eksukutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di berbagai perwakilan negara di seluruh dunia.
· Dispenser of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional.
· Chief Legislation yaitu fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang.
C.Fungsi kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif berwenang untuk menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum, sebagai berikut :
· Criminal Law (petty offense, misdemeanor, felonies), penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia bersifat berjenjang, dari Pengadilan Negeri , Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
· Civil Law (perkawinan, perceraian, warisan, perwatakan anak), biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, namun khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
· Constitution Law (masalah seputar penafsiran konstitusi), penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
· Administrative Law (hukum yang mengatur administrasi negara), penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
· International Law (perjanjian internasional), tidak diselesaikan oleh Badan Yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
2.5 FAKTOR-FAKTOR PENYIMPANGAN YANG MENJADI DASAR TERHADAP UUD 1945
v Presiden sebagai kepala negara bisa atau dapat ikut campur tangan dalam soal peradilan pada UU.no19 tahun 1964, bukti bahwa presiden bersifat absolut peradilan.
v Pengangkatan ketua Mahkamah Agung sebagai menteri dalam eksekutif menunjukkan bahwa ketua mahkamah agung di bawah presiden.
v Pada masa Orde Baru, diperlukan koreksi dan peninjauan kembali bentuk kekuasaan peradilan atau kehakiman yang BEBAS sesuai dengan pasal 24&25 UUD 1945 perlunya difungsikan kembali praktek pemeriksaan dan pegendaliahan hukum (Role of Law).
BAB III
KESIMPULAN
Trias Politika adalah sebuah ide bahwa suatu pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas. Konsep dasarnya adalah kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang banyak di terapkan,antara lain Legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan terpisahnya tiga kewenangan yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara dapat seimbang dan dapat terhindar dari ancaman korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balance (saling koreksi, saling mengimbangi). Dengan demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya mulus atau berjalan tanpa halangan. Trias Politika penciptaannya dipenuhi dengan prasangka gagasan negara borjuis. Perebutan kekuasaan dan hak milik transformasi struktur ekonomi dan politik dari “kerajaan” menuju “republik” adalah hasil dari revolusi borjuis yang merupakan landasan datangnya trias politika.
DAFTAR PUSTAKA
materi Trias Politika Oleh Idi Darma.Spd., MM
:) keren
BalasHapus